Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Contoh Kasus Penerapan Teori Belajar dalam Pembelajaran

Cermati wacana berikut !

Bu Lia mengajar di kelas III SD dengan 30 siswa, beliau menerapkan salah satu pendekatan   konstruktivisme yang diyakininya dapat mengantarkan pencapaian kemampuan belajar siswa.  Siswa diajak untuk dapat menemukan sendiri pengetahuan berdasarkan pengalamannya baik dalam berinteraksi dengan teman, sumber belajar dan lingkungan. Pada suatu kegiatan belajar,  Bu Lia bertanya kepada 5 orang siswa tentang bentuk-bentuk daun, hasil tanya jawab tersebut menunjukkan  3 di antara siswa yang ditanya oleh Bu Lia tidak dapat menjawab dengan benar, bahkan ada seorang siswa yang tidak mengetahui maksud bentuk daun. Bu Lia membagi  siswa dalam 6 kelompok, siswa bekerja dalam kelompok baik dilakukan di dalam dan di luar kelas.  Bu Lia  mengajak siswa untuk mengamati berbagai jenis tanaman yang tumbuh di halaman sekolah, mulai dari bentuk daun,  batang, bunga dan kelengkapannya. Setelah selesai pembelajaran di luar kelas Bu Lia mengajak siswa kembali ke kelas dan mendiskusikan hasil pengamatannya dalam kelompok. Selama kerja di lapangan dan diskusi di kelas Bu Lia memperhatikan kerja dari masing-masing kelompok siswa.  Hasil diskusi kelompok kemudian dipresentasikan oleh siswa di muka kelas untuk dibahas bersama dengan kelompok siswa lainnya, dan di akhir pembelajaran Bu Lia beserta seluruh siswa membuat rangkuman dari pembelajaran tersebut.

Berdasarkan contoh pembelajaran di atas  :

  1. Jelaskan pandangan beberapa pakar tentang perbandingan antara kelas yang diajar dengan pendekatan "tradisional" dan konstruktivisme.
  2. Identifikasi strategi pembelajaran yang telah dilakukan Bu Lia dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan Vigotsky.
  3. Bagaimana penerapan konstruktivisme dalam pembelajaran dan jawablah berdasarkan langkah-langkah yang tleah dilakukan Bu Lia dalam pembelajarannya.

JAWABAN

 

1.       PERBANDINGAN PENDEKATAN KONVENSIONAL/TRADISIONAL DENGAN KONSTRUKTIVISME

 

A.     PENDEKATAN KONVENSIONAL/TRADISIONAL


a.   Definisi

Ercival dan Elingto (Wasno, 2009:27)

Pendekatan pembelajaran konvensional ini dengan strategi uang berpusat pada guru (the teacher centered aprroach). Dalam pendekatan yang berpusat pada guru, hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan penuh oleh guru. Seluruh sistem diarahkan kepada rangkaian kejadian yang rapi dalam lembaga pendidikan, tanpa ada usaha untuk mencari dan menerapkan pendekatan belajar yang berbeda sesuai dengan tema dan kesulitan belajar setiap individu.

Ujang Sukandi (2003)

Mendefenisikan bahwa pendekatan konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan.

Winkel (1991: 178)

Pembelajaran konvensional disebut dengan pembelajaran dengan prosedur didaktik. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran berlangsung, agar siswa dapat mencapai tujuan dengan efektif dapat dikelompokkan dalam tiga pola, yaitu pola narasi, pola perundingan bersama, dan pola pemberian tugas.

Rooijakkers (Dwijastuti, 2001: 60)

Menjelaskan bahwa pembelajaran konvensional merupakan pendekatan pembelajaran satu arah yang berpusat pada guru. Dalam praktiknya, guru sebagai sumber informasi utama yang mengambil peranan sentral dalam pembelajaran. Siswa dipandang sebagai botol kosong uang harus diisi oleh guru dengan informasi sebanyak-banyaknya. 

Basuki Widodo (1991: 3)

Merupakan pendekatan pembelajaran yang dilakukan dengan mengkombinasikan bermacam-macam metode pembelajaran. Dalam prakteknya metode ini berpusat pada guru (teacher centered) atau guru lebih banyak berdominasi kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan berupa metode ceramah, pemberian tugas dan tanya jawab. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang banyak dilakukan di sekolah saat ini, yang meggunakan urutan kegiatan, contoh dan latihan.

Djamarah (1996)

Pendekatan pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan serta pembagian tugas dan latihan. Pembelajaran pada metode konvesional, peserta didik lebih banyak mendengarkan penjelasan guru di depan kelas dan melaksanakan tugas jika guru memberikan latihan soal-soal kepada peserta didik. Yang sering digunakan pada pembelajaran konvensional antara lain metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode penugasan. Metode lainnya yang sering digunakan dalam metode konvensional antara lain adalah ekspositori. Metode ekspositori ini seperti ceramah, di mana kegiatan pembelajaran terpusat pada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab. Peserta didik tidak hanya mendengar dan membuat catatan. Guru bersama peserta didik berlatih menyelesaikan soal latihan dan peserta didik bertanya kalau belum mengerti. Guru dapat memeriksa pekerjaan peserta didik secara individual, menjelaskan lagi kepada peserta didik secara individual atau klasikal.

Philip R. Wallace,

Pendekatan Konvensional merupakan proses pembelajaran yang dilakukan sebagai mana umumnya guru membelajarkan materi kepada peserta didiknya. Guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, sedangkan peserta didik lebih banyak sebagai penerima. Sistem pembelajaran konvensional (faculty teaching) cenderung kental dengan suasana instruksional dan dirasa kurang sesuai dengan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Di samping itu sistem pembelajaran konvensional kurang fleksibel dalam mengakomodasi perkembangan materi kompetensi karena guru harus intensif menyesuaikan materi pelajaran dengan perkembangan teknologi terbaru.


b.      Karakteristik Pendekatan Konvensional

(Djamarah, 1996) menyebutkan ciri-ciri pembelajaran konvensional sebagai berikut:

1.    Peserta didik adalah penerima informasi secara pasif, dimana peserta didik menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai standar.

2.    Belajar secara individual

3.    Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis

4.    Perilaku dibangun berdasarkan kebiasaan

5.    Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final

6.    Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran

7.    Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik

8.    Interaksi di antara peserta didik kurang

9.  Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. 

Philip R. Wallace (1992: 13) Pendekatan  mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1.    Otoritas seorang guru lebih diutamakan dan berperan  sebagai contoh bagi murid-muridnya

2.    Perhatian kepada masing-masing individu atau minat siswa sangat kecil.

3.   Pembelajaran di sekolah lebih banyak dilihat sebagai persiapan akan masa depan, bukan sebagai peningkatan kompetensi siswa di saat ini.

4.  Penekanan yang mendasar adalah pada bagaimana pengetahuan dapat diserap oleh siswa dan penguasaan pengetahuan tersebutlah yang menjadi  tolok ukur keberhasilan tujuan, sementara pengembangan potensi siswa diabaikan.

 

c.       Kelemahan/Kekurangan Pendekatan Konvensional

Menurut Suyitno (Sulistiyorini, 2007) kelemahan dari pembelajaran model ini, antara lain sebagai berikut:

1.   Kegiatan belajar adalah memindahkan pengetahuan dari guru ke peserta didik. Tugas guru adalah memberi dan tugas peserta didik adalah menerima.

2.    Kegiatan pembelajaran seperti mengisi botol kosong dengan pengetahuan. Peserta didik merupakan penerima pengetahuan yang pasif.

3.    Pembelajaran konvensional cenderung mengkotak-kotakkan peserta didik.

4.    Kegiatan belajar mengajar lebih menekankan pada hasil daripada proses.

5.   Memacu peserta didik dalam kompetisi bagaikan ayam aduan, yaitu peserta didik bekerja keras untuk mengalahkan teman sekelasnya.

 

d.      Kelebihan Pendekatan Konvensional

Pendekatan Konvensional memiliki kelebihan sebagai berikut :

1.    Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain

2.    Menyampaikan informasi dengan cepat

3.    Membangkitkan minat akan informasi

4.    Mengajari peserta didik yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan

5.    Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.

e.    Langkah-langkah Pendekatan Pembelajaran Konvensional

Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan metode konvensional adalah sebagai berikut (FTK, 2011: 26):

1.    Guru memberikan apersepsi terhadap siswa dan memberikan motivasi kepada siswa tentang materi yang diajarkan

2.    Guru memberikan motasi

3.    Guru menerangkan bahan ajar secara verbal

4.    Guru memberikan contoh-contoh

Sebagai ilustrasi dari apa yang sedang diterangkan dan juga untuk memperdalam pengertian, guru memberikan contoh langsung seperti benda, orang, tempat, atau contoh tidak langsung, seperti model, miniatur, foto, gambar di papan tulis dan sebagianya.

Contoh-contoh tersebut sedapat mungkin diambil dari lingkungan kehidupan sehari-hari siswa-siswi. Apalagi jika contoh-contoh tersebut diminta dari siswa-siswi tertentu yang sudah dapat menangkap inti persoalan.

5.    Guru memberikan kesempatan untuk siswa bertanya dan menjawab pertanyaannya

6.  Guru memberikan tugas kepada siswa yang sesuai dengan materi dan contoh soal yang telah diberikan

7.    Guru mengkonfirmasi tugas yang telah dikerjakan oleh siswa

8.    Guru menuntun siswa untuk menyimpulkan inti pelajaran

a)    Setelah memaparkan beberapa contoh, diberikan kesempatan pada siswa-siswi untuk membuat kesimpulan dan generalisasi mengenai masalah-masalah pokoknya dalam bentuk rumusan, kaidah atau prinsip-prinsip umum.

b) Guru memberikan tanggapan-tanggapan terhadap kesimpulan siswa yang dapat berupa penyempurnaan, koreksi dan penekanan.

c)    Guru memberikan kesimpulan final dalam rumusan yang sejelas-jelasnya.

9.    Mengecek pengertian atau pemahaman siswa

Pada akhir pengajaran, guru mengecek pemahaman siswa atas pokok persoalan yang baru dibicarakan dengan berbagai cara, misalnya:

a)    Mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai pokok persoalan;

b)    Menyeluruh siswa membuat ikhtisar/ringkasan;

c)  Menyeluruh siswa menyempurnakan/membatalkan pertanyaan-pertanyaan (statement) yang dikemukakan guru mengenai bahan yang telah diajarkan;

d)    Menyeluruh siswa mencari contoh-contoh sendiri;

e)    Menugaskan siswa mendemonstrasikan/mempergunakan sebagian bahan pengajaran.


B.  PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME 

a.    Definisi

Menurut Mc Brien and Brandt (Sutardi, 2007:125) “Contructivismis an approach to teachingbaseg on research about how people learn. Many researcher say that each individual constructs knowledge rather than receiving in from others”. Konstruktivisme adalah suatu pendekatan pembelajaran berdasarkan kepada penelitian tentang bagaimana manusia belajar. Kebanyakan penelitian berpendapat setiap individu membangun pengetahuannya dan bukan hanya menerima pengetahuan dari orang lain.

Menurut Glaserfeld (Yunus, 2009:70) mengemukakan bahwa Konstruktivis adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan itu adalah konstruksi (bentukan) diri sendiri. Pernyataan ini menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan tetapi akibat dari suatu kontruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang.

Pengertian Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme

     b.   Karakteristik Pendekatan Konstruktivisme 

Setiap pendekatan pembelajaran tentunya memiliki karakteristik dan prinsip tersendiri, begitu pula pendekatan konstruktivisme yang memiliki karakteristik dan prinsip pembelajaran tersendiri. Nuhadi (Yunus, 2009: 75) menyatakan delapan prinsip pembelajaran kontruktivis yakni sebagai berikut.

a)    Melakukan hubungan yang bermakna.

b)    Melakukan kegiatan yang signifikan.

c)    Belajar yang diatur sendiri.

d)    Bekerja sama. 

e)    Berpikir kritis dan kreatif.

f)     Bengasuh dan memelihara pribadi siswa.

g)    Mencapai standar yang tinggi.

h)    Menggunakan penilaian otentik

Pembelajaran yang berorientasi konstruktivis menekankan pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif melalui proses pembelajaran yang bermakna. Guru tidak mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Oleh karena itu siswa dapat belajar dari teman melalui kerja kelompok ataupun diskusi. Pembelajaran dikatikan dengan kehidupan nyata atua masalah yang disimuliasikan. Dengan demikian pengetahuan akan keterampilan akan didapat, perilaku akan terbentuk atas kesadaran sendiri.

Sedangkan menurut Hari Suderadjat (Sutadi, 2007: 133), pembelajaran kontruktivis memiliki beberapa karakteristik, antara lain :

a)  Proses top-down artinya siswa mulai belajar dengan masalah-masalah yang lebih kompleks untuk dipecahkan atau dicari solusinya dengan bantuan guru melalui penggunaan keterampilan dasar yang digunakan.

b) Pembelajaran kooperatif , model konstruktivis juga menggunakan pembelajaran kooperatif, karena siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikan dengan temannnya.

c) Pembelajaran generatif atau generative learning juga digunakan dalam pendekatan konstruktivis. Strategi ini mengajarkan siswa dengan metode spesifik untuk melakukan kerja mental menangani informasi baru.

d) Pembelajaran dengan penemuan, dalam pembelajaran penemuan siswa didorong untuk belajar secara aktif, melakukan proses penguasaan konsep, ynag memungkinkan mereka menemukan konsep baru.

e) Pemebelajaran dengan pengaturan diri, pendekatan konstruktivis mempunyai visi bahwa siswa adalah sosok yang ideal, yaitu seseorang yang mampu mengatur dirinya sendiri atau self regulated learner.

f)  Scaffolding didasarkan atas konsep Vygotsky tentang pembelajaran dengan bantuan guru.

 

Dalam memperoleh pengetahuan siswa diawali dengan diadopsinya pengalaman baru sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Pengalaman baru tersebut kemudian dibandingkan dengan konsepsi awal yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Jika pengalaman baru tersebut tidak sesuai dengan konsepsi awal siswa, maka terjadi ketidakseimbangan dalam struktuf kognitifnya. Contoh konstruktivisme dalam hubungan internasional.

c.    Tahapan Pembelajaran Konstruktivisme

Secara umum pembelajaran berdasarkan teori belajar konstruktivis meliputi empat tahap. Keempat tahap tersebut menurut Horsley (Yunus, 2009:77) adalah tahap apersepsi (mengungkapkan konsepsi awal dan membangkitkan motivasi belajar siswa), tahap eksplorasi, tahap diskusi dan penjelasan konsep, tahap pengembangan aplikasi dan aplikasi konsep.

Tahap pertama, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu, pendidik memancing dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan problematik tentang fenomena yang sering ditemui sehari-hari dengan mengkaitkan konsep yang akan dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan pemahamannya tentang konsep itu.

Tahap kedua, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang pendidik. Kemudian secara berkelompok didiskusikan dengan kelompok lain. Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena alam sekelilingnya.

Tahap ketiga, saat siswa memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan pendidik, maka siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari. Hal ini menjadikan siswa tidak ragu-ragu lagi tentang konsepsinya.

Tahap keempat, pendidik berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah.

Selain itu  langkah-langkah dalam pendekatan Konstruktivisme menurut Suprijono (2009: 41) yaitu.

a) Orientasi, merupakan fase untuk memberi kesempatan kepada siswa memerhatikan dan mengembangkan motivasi terhadap topik materi pembelajaran.

b)  Elicitasi, merupakan tahap untuk membantu siswa menggali ide-ide yang dimilikinya dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan atau menggambarkan pengetahuan dasar atau ide mereka melalui poster, tulisan yang dipresentasikan kepada seluruh siswa.

c)   Rekonstruksi ide, dalam tahan tahap ini siswa melakukan klarifikasi ide dengan cara mengontraskan ide-idenya dengan ide orang lain atau teman melalui diskusi. Berhadapan dengan ide-ide lain seseorang dapat terangsang untuk merekonstruksi gagasanya, kalau tidak cocok. Sebaliknya menjadi lebih yakin jika gagasanya cocok.

d)   Aplikasi ide, dalam langkah ini ide atau pengetahuan yang telah dibentuk siswa perlu diaplikasikan pada macam-macam situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat pengetahuan siswa lebih lengkap bahkan lebih rinci.

e)   Review, dalam fase ini memungkinkan siswa mengaplikasikan pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, merevisi gagasanya dengan menambah suatu keterangan atau dengan cara mengubahnya menjadi lebih lengkap. Jika hasil reviu kemudian dibandingkan dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki, maka akan memunculkan kembali ide-ide (elicitasi) pada diri siswa.

     Langkah-langkah dalam pendekatan Konstruktivisme menurut Sidik ada empat tahapan yaitu.

a)  Tahapan pertama adalah apersepsi.

Pada tahap ini dilakukan kegiatan menghubungkan konsepsi awal, mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya yang merupakan konsep prasyarat. Misalnya: mengapa baling-baling dapat berputar?

b) Tahap kedua adalah eksplorasi.

Pada tahap ini siswa mengungkapkan dugaan sementara terhadap konsep yang mau dipalajari. Kemudian siswa menggali menyelidiki dan menemukan sendiri konsep sebagai jawaban dari dugaan sementara yang dikemukakan pada tahap sebelumnya, melalui manipulasi benda langsung.

c)  Tahap ketiga, diskusi dan penjelasan konsep.

Pada tahap ini siswa mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan temuannya, pada tahap ini pula guru menjadi fasilitator dalam menampung dan membantu siswa membuat kesepakatan kelas, yaitu setuju atau tidak dengan pendapat kelompok lain serta memotifasi siswa mengungkapkan alasan dari kesepakatan tersebut melalui kegiatan tanya jawab.

d) Tahap keempat, pengembangan dan aplikasi.

Pada tahap ini guru memberikan penekanan terhadap konsep-konsep esensial, kamudian siswa membuat kesimpulan melalui bimbingan guru dan menerapkan pemahaman konseptual yang telah diperoleh melalui pembelajaran saat itu melalui pengerjaan tugas. 

Langkah-langkah dalam pendekatan Konstruktivisme menurut Riyanto (2010: 147) adalah sebagai berikut.

a)  Apersepsi, guru mendorong siswa agar mengemukakan pengetahuan awal mengenai konsep yang akan dibahas.

b) Eksplorasi, pada tahap ini siswa mengungkapkan dugaan sementara terhadap konsep yang akan dipelajari.

c)  Refleksi, pada tahap ini siswa menganalisis dan mendiskusikan apa yang telah dilakukan.

d) Aplikasi, diskusi dan penjelasan konsep, pada tahap ini guru memberikan penekanan terhadap konsep-konsep esensial melalui penjelasan konsep, kamudian siswa membuat kesimpulan melalui bimbingan guru dan menerapkan pemahaman konsep.

Berdasarkan pendapat yang telah dikemukan oleh para ahli, saya cenderung untuk menggunakan langkah-langkah pembelajaran pendekatan Konstruktivisme menurut Suprijono karena lebih terperinci dan sistematis dalam prosesnya.

Langkah yang dipakai sebagai berikut.

(1)    Orientasi, memberi kesempatan kepada siswa memerhatikan dan mengembangkan motivasi ide terhadap topik materi pembelajaran.

(2)    Elicitasi, tahap ini guru membantu siswa untuk mengembangkan ide-idenya.

(3)    Rekonstruksi ide, siswa melakukan klarifikasi ide dengan cara mengontraskan ide-idenya dengan ide orang lain atau teman melalui diskusi.

(4)    Aplikasi ide, siswa mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan temuannya, tahap ini guru menjadi fasilitator dalam menampung pendapat dari siswa, dan

(5)    Review atau merevisi gagasan siswa dengan menambah suatu keterangan atau dengan cara mengubahnya menjadi lebih lengkap.

d.   Ciri-Ciri Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme

Dalam penerapannya pendekatan Konstruktivisme memiliki ciri-ciri yang membedakan dengan pendekatan pembelajaran lainnya.

Menurut Siroj dalam Susanto (2014: 137) ciri-ciri pembelajaran Konstruktivisme meliputi:

a)  Menyediakan pengalaman belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses pembentukan pengetahuan.

b)  Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, tidak semua mengerjakan tugas yang sama, misalnya suatu masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara.

c)  Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistic dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkret, misalnya untuk memahami suatu konsep melalui kenyataan kehidupan sehari-hari.

d)  Mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya transmisi sosial yaitu terjadinya interaksi dan kerja sama seseorang dengan orang lain atau dengan lingkungannya, misalnya interaksi dan kerjasama antara siswa, guru, dan siswa-siswa.

e)  Memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif.

f)    Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga menjadi menarik dan siswa mau belajar.

     e.    Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Konstruktivisme

Terdapat kekhususan pandangan tentang belajar dalam teori belajar KonstruktivismeLapono (2008: 28) mengemukakan bahwa pembelajaran yang mengacu pada teori belajar Konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru.

Kelebihan dan kelemahan dari Konstruktivisme menurut Suprijono (2009: 45) yaitu: kelebihan

(1)    Siswa benar-benar bisa mengembangkan ide dari pengalaman belajar yang sudah dimiliki siswa.

(2)    Berdasarkan pengalaman sendiri dapat membuat proses belajar siswa lebih bermakna.

Sedangkan kelemahannya yaitu

(1)  Guru harus mempunyai kemampuan lebih dalam mengembangkan pengetahuan yang dimiliki siswa.

(2) Siswa harus mempunyai rasa percaya diri yang kuat serta berani mengembangkan ide yang dimilikinya.

Kelebihan dan kekurangan dalam menggunakan pendekatan Konstruktivisme menurut Sidik  adalah sebagai berikut :

a) Pembelajaran berdasarkan Konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.

b)   Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.

c)   Pembelajaran Konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.

d)  Konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.

e)  Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.

f)   Memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.

 

Sementara kekurangan Kekurangan Pendekatan Konstruktivisme adalah sebagai berikut :

a)  Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga menyebabkan miskonsepsi.

b) Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbedabeda.

c)    Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.

Riyanto (2010: 157) mengemukakan kelebihan dan kelemahan dalam pembelajaran konstruktivisme sebagai berikut.

a.    Kelebihan

a)  Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.

b)  Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya.

c)  Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap.

d)  Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. 

b.   Kelemahan

a)  Sulit mengubah keyakinan guru yang sudah terstruktur bertahun-tahun menggunakan pendekatan tradisional.

b) Guru Konstruktivis dituntut lebih kreatif dalam merencanakan pelajaran dan memilih atau menggunakan media.

c)  Siswa dan orang tua mungkin memerlukan waktu beradaptasi dengan proses belajar dan mengajar yang baru. Dari pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu pembelajaran yang mengacu pada teori belajar Konstruktivisme  lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru, siswa lebih didorong untuk mengkontruksi sendiri pengetahuan mereka.

2.    IDENTIFIKASI STRATEGI PEMBELAJARAN 

Berikut adalah strategi pembelajaran menurut teori Vygotsky yang diterapkan oleh Ibu Lia :

1.  Ibu Lia mulai menentukan nilai ZPD (Zone of Proximal Development) anak. 

ZPD Zone of Proximal Developmnet adalah konsep ScaffoldingScaffolding berarti mengubah tingkat dukungan. Dari mana kita mengetahui bu Lia sedang menentukan ZPD anak ? Pada pembelajaran tersebut bu Lia memberikan berbagai macam pertanyaan mengenai materi pembelajaran, dan bukan melalui tes normatif atau tertulis. Perlakuan ini sesuai dengan Vygotsky yang berpendapat bahwa tes formal yang terstandardisasi bukanlah cara terbaik untuk menilai pembelajaran anak-anak. Sebaliknya, Vygotsky berpendapat bahwa penilaian harus berfokus pada penentuan zona perkembangan proksimal anak. Penolong yang terampil memberikan tugas-tugas dengan berbagai kesulitan kepada anak-anak untuk menentukan tingkat yang terbaik untuk memulai mengajar.

2.  Ibu Lia memanfaatkan ZPD anak

Pengajaran harus dimulai ke arah batas atas dari zona tersebut, maka dari itu ibu Lia menugaskan anak secara berkelompok untuk mengidentifikasi dan mendiskusikan hasil pembelajarannya di luar kelas. Setelah itu Ibu Lia meminta anak untuk mendiskusikan dan memaparkannya didepan kelas dan sebaiknya lihatlah dan dan hargai usaha anak atau memberikan dukungan ketika anak lupa apa yang harus dilakukan dengan memberikan pertanyaan yang lebih kritis, baik itu dari guru maupun siswa lainnya.

3.  Ibu Lia menggunakan teman sebaya anak kala berdiskusi

Seperti yang kita ketahui bahwa “bahasa” cenderung lebih mudah dipahami oleh teman sebayanya dari pada guru itu sendiri. Maka Ingatlah bahwa guru bukanlah satu-satunya faktor penting dalam membantu anak belajar. Anak-anak juga mendapat manfaat dari dukungan dan bimbingan dari anak-anak yang lebih terampil.

4.  Ibu Lia aktif berkomunikasi dengan anak.

Bu Lia secara sadar mengetahui kemampuan siswanya. Dengan memaparkan hasil diskusinya maka ada beberapa keterampilan yang akan ia peroleh. Ini merupakan dorongan bagi anak-anak untuk menginternalisasi dan mengatur atau mengasah keterampilan berbicara.

5.  Ibu Lia menempatkan latar pengajaran dalam konteks yang bermakna.

Saat ini, para pendidik bergerak menjauh presentasi abstrak materi, dan sebaliknya memberikan kepada murid peluang untuk mengalami pembelajaran di dunia nyata. Bisa kita lihat bu Lia memberikan anak peluang untuk mengalami dan merasakan sendiri materi yang sedang mereka pelajari dengan berada di luar kelas.

 

3.    PENERAPAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN 

Langkah-langkah dalam pendekatan Konstruktivisme menurut Riyanto (2010: 147) adalah sebagai berikut.

a)   Apersepsi, guru mendorong siswa agar mengemukakan pengetahuan awal mengenai konsep yang akan dibahas.

b)  Eksplorasi, pada tahap ini siswa mengungkapkan dugaan sementara terhadap konsep yang akan dipelajari.

c)    Refleksi, pada tahap ini siswa menganalisis dan mendiskusikan apa yang telah dilakukan.

d)  Aplikasi, diskusi dan penjelasan konsep, pada tahap ini guru memberikan penekanan terhadap konsep-konsep esensial melalui penjelasan konsep, kamudian siswa membuat kesimpulan melalui bimbingan guru dan menerapkan pemahaman konsep.

Lalu bagaimana penerapan pembelajaran konstruktivisme yang dilakukan ibu Lia ?

a.   Apersepsi, pada awal pembelajaran seperti yang yang sudah saya paparkan di atas ibu lia mulai menunjukan materi yang akan dibahas sekaligus menentukan ZPD anak dengan melontarkan pertanyaan terkait materi pembelajaran. Terbukti bahwa beberapa anak belum mampu untuk menjawab pertanyaan yang di ajukan, dan dari sini Ibu Lia mengetahui pengetahuan awal siswanya.

b.  Explorasi, pada tahap ini anak anak diminta ibu Lia untuk mendiskusikan materi yang sedang mereka pelajari sekaligus mengidentifikasi karakteristik daun yang ada diluar ruang kelas mereka.

c.  Refleksi, siswa mendiskusikan hasil temuan mereka dan tentunya didalam diskusi tersebut akan muncul perbandingan antara pengetahuan lama dan pengetahuan baru yang mereka peroleh.

d.   Aplikasi, ibu Lia meminta anak untuk menyimpulkan dan memberikan penguatan berupa penjelasan essensial dari materi yang telah mereka pelajari.