Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Materi IPS Kelas 7 Tema 3: Potensi Ekonomi Lingkungan: B. Aktivitas Kegiatan Ekonomi


IPS Kelas 7 Tema 3 Potensi Ekonomi Lingkungan

B. Aktivitas Kegiatan Ekonomi

Kegiatan ekonomi masyarakat saat ini secara signifikan dipengaruhi oleh peristiwa masa lalu, termasuk aspek produksi, distribusi, dan konsumsi, serta aktor-aktor ekonomi yang terlibat. Aktivitas ekonomi yang berlangsung di berbagai wilayah Indonesia tidak dapat dipisahkan dari jejak kehidupan masyarakat pada masa sebelumnya. Pengalaman masa lalu ini membentuk pola perilaku dan warisan budaya yang kini menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat setempat.

1. Aktivitas Kehidupan Masyarakat Masa Lalu

a. Aktivitas Kehidupan Masyarakat Masa Hindu-Buddha

Pada era aksara, peradaban telah mencapai tingkat yang lebih maju dan mewariskan banyak peninggalan yang masih dinikmati hingga kini. Peninggalan tersebut dapat ditelusuri karena pada periode ini, leluhur telah mengenal tulisan. Sayangnya, beberapa peninggalan tidak terawat dan diperjualbelikan secara ilegal. Leluhur bangsa Indonesia memiliki kecerdasan untuk menerima budaya baru dari luar dengan sifat terbuka, menjaga keberlanjutan budaya asli dengan menggabungkan unsur-unsur dari luar.

Kearifan dalam menerima budaya dari luar perlu menjadi contoh untuk menjaga tradisi dan budaya Indonesia agar tetap lestari. Meskipun belum pasti bagaimana budaya India, terutama agama Hindu dan Buddha, menyebar di Indonesia pada masa Nusantara, teori-teori seperti Teori Brahmana, Teori Waisya, Teori Ksatria, dan Teori Arus Balik memberikan pemahaman tentang proses penyebaran tersebut.

Aktivitas kehidupan masyarakat pada masa Hindu-Buddha dipengaruhi oleh beberapa Kerajaan, antara lain:
1. Kerajaan Kutai Martadipura di Kalimantan Timur.
2. Kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat.
3. Kedatuan Sriwijaya sebagai penguasa perairan Nusantara.
4. Kerajaan Mataram Kuno di Pulau Jawa.
5. Kerajaan Singhasari, pendiri dinasti penguasa Nusantara.
6. Kerajaan Majapahit, puncak kejayaan Nusantara.

Peradaban Hindu-Buddha berlangsung berabad-abad dan meninggalkan banyak jejak positif, seperti candi, seni pahat patung, seni ukir, arca logam, dan hasil kesusastraan. Peninggalan ini melibatkan berbagai aspek kehidupan, dari keagamaan hingga kesusilaan, dan menunjukkan kemakmuran serta keamanan pada masa tersebut. Meskipun berakhir dengan kemunduran Majapahit, peradaban ini memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia.

b. Aktivitas Kehidupan Masyarakat Masa Islam

Peradaban Hindu-Buddha mengalami kemunduran salah satunya karena penyebaran Islam yang sudah sampai di Nusantara. Islam sebagai agama baru masuk dan berkembang pada masa Hindu-Buddha. Islam menggantikan peradaban Hindu-Buddha dan pengaruhnya masih dapat dirasakan hingga sekarang.

Belum dapat dipastikan dengan benar kapan dan di mana Islam mulai masuk ke Indonesia. Berbagai teori berkembang mengenai kapan dan di mana Islam mulai menyebar. Berita Tiongkok menyebutkan terdapat daerah hunian para pedagang Arab Islam di pantai barat Sumatra.

Islam masuk dari daerah asalnya yaitu Arab dan dibawa oleh para pedagang Arab. Islam masuk ke Nusantara tidak langsung dari Arabia, tetapi melalui ajaran tasawuf yang berkembang di India. Daerah asal mula ajaran tasawuf adalah Gujarat. Islam masuk dari Gujarat ke Samudra Pasai pada abad ke-13 M.

Pendapat lain mengatakan bahwa Islam masuk dari Persia dan bermahzab Syi’ah. Pendapat ini berdasarkan sistem mengeja membaca huruf Al-Quran. Orang Arab mengeja dengan “Fa-hah”, sedangkan Persia menyebutnya Jabar.

Pendapat lainnya lagi mengatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara melalui Tiongkok. Hal ini berdasarkan Sultan Demak yang merupakan keturunan Tiongkok dan Wali Sanga adalah peranakan Tiongkok. Pendapat ini didasarkan pada Kronik Klenteng Sam Po Kong di Semarang.

Masuk dan berkembangnya agama Islam di Nusantara juga dimudahkan oleh peran navigator atau mualim dan pedagang Muslim yang aktif di pelayaran dan perdagangan.

Islam yang telah masuk kemudian berkembang dengan pesat. Islam diterima oleh masyarakat Indonesia karena beberapa faktor, yaitu:
  • Islam datang dengan damai.
  • Islam tidak membeda-bedakan stratifikasi manusia berdasarkan kelas.
  • Metode ibadah umat Islam mudah dilakukan dan tidak membutuhkan banyak biaya.
Islam juga didukung oleh beragam metode yang digunakan sebagai media dakwah untuk menyebarkan agama Islam. Berikut beberapa media dakwah yang digunakan:
  • Perdagangan: Para pedagang muslim yang menetap di sekitar pelabuhan membentuk perkampungan muslim. Perdagangan merupakan jalan dakwah pertama yang menjadi awal mula masuknya Islam ke Indonesia.
  • Pernikahan: Seorang yang telah memeluk agama Islam melakukan pendekatan kepada raja atau bangsawan atau keluarganya untuk dinikahi secara Islam.
  • Pendidikan: Seorang murid atau santri berguru kepada seorang ulama di pesantren. Setelah cukup ilmunya dan lulus dari pesantren, mereka berdakwah ke daerah asal dan daerah lain yang belum memeluk Islam.
  • Seni Budaya: Ulama dan wali menggunakan pagelaran wayang, upacara sekaten, seni pahat, seni ukir, seni tari, seni musik, dan seni sastra untuk berdakwah.
  • Dakwah: Wali dan ulama menyebarkan Islam dengan berdakwah ke kampung-kampung dan desa-desa.
  • Tasawuf: Metode tasawuf juga menjadi strategi dakwah yang efektif karena sesuai dengan kultur dari peradaban Hindu-Buddha sebelumnya. Tasawuf yang menggunakan mistifikasi mudah dipahami oleh masyarakat Nusantara yang berorientasi kepada kebudayaan Hindu-Buddha.
Islam yang menjadi peradaban bangsa Indonesia selanjutnya juga diwarnai dengan berdirinya kerajaan bercorak Islam. Kerajaan Islam tersebar dari barat Indonesia hingga timur Indonesia. Pada masa Islam, sumber sejarah banyak mendukung dan membuktikan mengenai keberadaan kerajaan Islam. 

Kerajaan Islam di Indonesia mempunyai pengaruh yang besar dan masih dapat terasa hingga sekarang. Bahkan, kerajaan Islam masih ada yang bertahan hingga sekarang. Kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Samudra Pasai: Garda Terdepan Nusantara

Samudra Pasai merupakan Kerajaan Islam yang berada di ujung utara pulau Sumatra. Sultan pertama dari Kerajaan Samudra Pasai adalah Sultan Malik al-Saleh. Beliau kemudian digantikan oleh puteranya yang bernama Sultan Muhammad yang memerintah 1297-1326. 

Pengganti dari Sultan Muhammad adalah Sultan Ahmad yang bergelar Malik al-Tahir. Kerajaan Samudra Pasai pada masa pemerintahan Sultan Ahmad mendapat kunjungan dari Ibnu Battuta. Beliau meninggalkan catatan-catatan yang berisi Samudra Pasai mempunyai pelabuhan yang sangat penting di jalur perdagangan Selat Malaka. Istana kesultanan Samudra Pasai disusun dan diatur secara India, beberapa pembesar kerajaan terdapat pula orang-orang Persia. Patihnya mempunyai gelar Amir.

2. Aceh Darussalam: Benteng Tangguh Islam di Nusantara

Masa kejayaan dari Kerajaan Aceh tercapai pada pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Beliau memiliki kekuatan militer yang kuat dan besar. Beliau berhasil menguasai Sumatra sampai daerah Bengkulu dan Kampar. Sultan Iskandar Muda digantikan oleh menantunya Iskandar Tani. Pada masa beliau, kejayaan Aceh terus berlangsung dan bertambah jaya. 

Pada tahun 1641 M beliau wafat dan tanda-tanda kemunduran Aceh terjadi. Persilisihan antara kalangan keluarga kerajaan menyebabkan kelemahan yang menjadikan sebagian kekuasaan Aceh runtuh. Sebab lain dari keruntuhan Aceh adalah adanya orang Belanda yang berhasil merebut Malaka pada 1641 M kemudian menguasai perairan di Indonesia dan berusaha menjatuhkan kerajaan Aceh yang masih kuat pengaruhnya di kalangan rakyat. 

Usaha Belanda untuk meruntuhkan Aceh adalah dengan mengadu domba dan menghasut daerah kekuasaan Aceh yang kemudian berhasil melepaskan diri dari kekuasaan Aceh.

3. Demak: Tunas Supremasi Kejayaan Nusantara

Raden Patah yang memeluk agama Islam memutuskan hubungan dengan Majapahit dan mendirikan kerajaan Demak. Jepara, Tuban, Gresik membantu Demak untuk berdiri menjadi kerajaan. Pati Unus yang menjabat di Jepara sangat rajin membantu ayahnya, Raden Patah, untuk meluaskan kekuasaan Demak. Pati Unus memberanikan diri memimpin pasukan untuk menaklukan Portugis di Malaka, tetapi usahanya gagal. Pati Unus menggantikan ayahnya selama 3 tahun. Beliau kemudian wafat. Beliau terkenal dengan nama lain yaitu Pangeran Sabrang Lor. 

Penggantinya adalah Pangeran Trenggono yang memerintah pada tahun 1564. Sultan Trenggono menghindarkan Demak dari ancaman Portugis untuk menguasai daerah pesisir Jawa. Fatahillah yang melarikan diri dari Pase diterima Sultan Trenggono. Fatahillah dinikahkan dengan adiknya. Fatahillah menjadi kunci Demak dalam menghalau dan mengalahkan Portugis di pesisir Pulau Jawa. Beliau berhasil mengalahkan Portugis di Sunda Kelapa yang kemudian diganti namanya menjadi Jayakarta. 

Selain itu, beliau juga menaklukan Banten dan Cirebon yang dikuasai oleh kerajaan Pajajaran. Sultan Trenggono wafat ketika melakukan usaha penaklukan Pasuruan. Wafatnya Sultan Trenggono menimbulkan konflik perebutan kekuasaan antara adik Sultan Trenggono dan anak Sultan Trenggono. Pangeran Sekar Seda ing Lepen, adik Sultan Trenggono, terbunuh. Pangeran Prawoto yang berkuasa kemudian mendapatkan usaha perlawanan Arya Penangsang, anak dari Pangeran Sekar Seda ing Lepen, yang melakukan balas dendam kepada Pangeran Prawoto.

4. Banten: Garda Pulau Jawa

Banten dikuasai oleh Fatahillah atas nama Sultan Demak. Seluruh pantai utara sampai dengan Cirebon merupakan daerah yang dikuasai dengan tujuan digunakan untuk kepentingan perdagangan dan memperkuat kedudukan Banten. Sunda Kelapa diganti nama menjadi Jayakarta. Fatahillah menduduki pemerintahan daerah Banten. 

Sedangkan daerah Cirebon diserahkan kepada putranya pangeran Pasarean. Setelah Pangeran Pasarean wafat, Fathahilah memegang kendali atas pemerintahan Cirebon dan pemerintahan Banten diserahkan kepada putranya Hasanudin. Banten mencapai puncak kejayaan pada masa Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun 1651-1682 M. Beliau menjadi Sultan yang tegas. 

Sekitar tahun 1600 M Banten mengalami jaman kejayaan. Banten adalah pusat perdagangan lada yang dihasilkan di Banten dan Lampung, cengkeh serta pala dari Maluku. Banten semakin mengalami kemuduran karena terdapat tekanan dari Belanda di Batavia.

5. Makassar: Simbol Kegigihan Nusantara Melawan Supremasi Asing

Daerah Makassar memasuki era peradaban Islam pada awal abad ke-17. Dua penguasa dari kerajaan kembar Goa-Tallo menjadi pemeluk agama Islam pada tahun 1605. Raja Tallo Karaeng Matoaya merangkap sebagai Mangkubumi Kerajaan Goa. Raja Tallo mengambil gelar Sultan Abdullah dengan julukan sebagai Awalul Islam dan raja Goa Daeng Manrabia memiliki gelar Sultan Alaudin. 

Dwitunggal Alaudin dan Abdullah sangat giat dalam mengislamkan rakyatnya. Kedua Sultan tersebut juga memperluas kerajaan dan menjadikannya kerajaan Islam pertama yang ada di Sulawesi. Penggantinya adalah Sultan Muhammad Said, beliau tidak segan untuk mengirimkan armada Goa ke Maluku dalam perlawanan rakyat melawan penjajah yang bertindak sewenang-wenang. 

Perlawanan terhadap Belanda yang sengit terjadi pada era Sultan Hasanudin. Beliau memegang pemerintahan Kerajaan Goa dari tahun 1653-1669 dan Belanda memalingkan perhatiannya ke Makassar. Aru Palaka, bangsawan Soppeng–Bone, dalam tahun 1660 berusaha membebaskan daerah dari pengaruh kekuasaan Goa. Aru Palaka berhasil melepaskan Bone yang mendapat bantuan dari Belanda.

6. Mataram: Pewaris Supremasi Nusantara dari Jawa Bagian Selatan

Sutawijaya yang bergelar Panembahan Senapati mengangkat dirinya sendiri menjadi Sultan Mataram. Beliau menunjukkan kekuatan Mataram dengan menyerang Surabaya pada tahun 1586. Sebagian wilayah di Pulau Jawa bagian tengah dan timur berhasil ditaklukkan oleh Mataram. 

Berikutnya, beliau memindahkan perhatian ke Pulau Jawa bagian barat. Pada tahun 1595 M Cirebon dan Galuh dapat dikuasai. Penembahan Senapati wafat pada tahun 1601 dan dimakamkan di Kotagede. Penggantinya adalah Mas Jolang atau Panembahan Seda ing Krapyak. Mas Jolang sibuk meredam pemberontakan-pemberontakan. 

Demak dan Ponorogo memberontak tetapi segera dapat diatasi. Mas Jolang menduduki Mojokerto, Gresik, dan membakar desa sekitar Surabaya. Mas Jolang wafat pada tahun 1613 dan diganti oleh Adipati Martapura. Adipati Martapura selalu sakit-sakitan dan tidak mampu menjalankan pemerintahan. Beliau diganti oleh saudaranya Raden Rangsang yang ternyata adalah seseorang yang tegas dan kuat. Di bawah pemerintahannya (1613-1645) sosok yang dikenal dengan sebutan Sultan Agung ini, Mataram mengalami kejayaan. 

Pada masa Sultan Agung, Mataram meneruskan ekspansi sampai ke Banten tetapi mendapatkan hambatan di Batavia yang dikuasai oleh Belanda. Pada tahun 1628, Sultan Agung melancarkan serangan terhadap Batavia. Pengganti Sultan Agung, yaitu Amangkurat I hingga Pakubuwono II, tidak begitu kuat dan banyak merugikan rakyat dengan perjanjian antara Mataram dan Belanda. Mataram semakin terdesak dengan perjanjian yang terus dilakukan dengan Belanda. Banyak ketidakpuasan muncul di dalam keluarga raja dan banyak terjadi suksesi di antara mereka. 

Akhirnya, melalui perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755, Mataram pecah menjadi dua kerajaan yaitu Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Selanjutnya, dua kerajaan tersebut kembali terpecah. Kasunanan Surakarta terpecah menjadi Kadipaten Mangkunegaran sedangkan Kasultanan Yogyakarta terpecah menjadi Kadipaten Pakualaman.

7. Ternate Tidore: Emas dari timur Nusantara

Dua pulau kecil bersebelahan, Ternate dan Tidore, sama-sama bersaing menjadi kekuatan utama di Maluku. Bangsa lain tertarik ke Ternate dan Tidore karena merupakan daerah penghasil rempah yang baik. Bangsa Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda bersaing memperebutkan rempah-rempah di Maluku dan memperdagangkannya. Orang Portugis bersekutu dengan Ternate sedangkan Tidore bersekutu dengan Spanyol. Hubungan Portugis dan penduduk Ternate sangat buruk. 

Mereka menggulingkan penguasa Ternate pada 1535 M dan membunuh penerus Sultan pada 1570 M. Raja Ternate yang dibunuh digantikan puteranya Sultan Baabullah (1570-1583 M). Sultan Baabullah memerintah dengan motivasi agama. Beliau merupakan penganut Islam yang taat dan mengusir Portugis dari kerajaannya pada 1575 M. Orang-orang Eropa kemudian pindah ke Tidore. Baabullah dan puteranya Sultan Said Ad-Din Berkat Syah (bertakhta 1584-1606 M) menyebarkan Islam di pulau-pulau sekitarnya. 

Pada tahun 1599, orang Portugis kembali ke Maluku dengan armada besar. Pembalasan dendam Portugis kepada orang Maluku membuat mereka benci terhadap orang Portugis. Setelah Belanda datang pada 1605 M, mereka disambut baik dan bekerja sama dengan Ternate, Tidore, dan Halmahera serta Ambon. Pada 1607, Belanda telah membuat perjanjian dengan Ternate yang secara formal memegang kekuasaan di Seram Barat. 

Belanda yang diberi kesempatan untuk monopoli memberikan sikap yang berkebalikan dengan apa yang diperbuat. Mereka melakukan pembantaian di Banda dan membunuh penduduk yang menyalahi aturan Belanda. Belanda menancapkan kekuasaannya melalui kerjasama-kerjasama yang merugikan penduduk lokal. Mereka memerintahkan untuk memusnahkan dan tidak menanam rempah-rempah di Maluku kecuali di Maluku Selatan.

8. Banjarmasin: Perisai Penjajahan di Kalimantan

Pada tahun 1636 M, Kerajaan Banjarmasin telah berpengaruh di Landak, Sambas, Sukadana, Kutawaringin Mendawai, Pulau Laut, dan seluruh pantai timur termasuk Kutai Pasir dan Berau serta daerah lainnya di Kalimantan. Perdagangan lada menjadi ramai di Banjarmasin dan menarik Inggris untuk berpindah dari Banten ke Banjarmasin. 

Pada tahun 1663 M, timbul perebutan takhta dan Pangeran Dipati Anom dengan dukungan keluarga Biaju berhasil menggeser Penembahan Ratu. Perubahan yang ada di istana diselesaikan dengan suatu kompromi, Panembahan Ratu berkedudukan di Martapura sedangkan raja yang baru berkedudukan di Surinata, Banjarmasin. Pada tahun 1670, pecah perang perebutan tahta. Raja Surianata dituntut untuk turun takhta oleh Suriadilaga (seorang pemuka yang mendapat dukungan besar Melayu). 

Pada akhirnya, Raja Surianata tersisihkan. Pada awal abad ke-18 M, kedudukan Banjarmasin tetap kuat tidak terpengaruh oleh pengaruh asing. Pelabuhan Banjarmasin bebas untuk perdagangan asing seperti Inggris, Tiongkok, Perancis, dan Portugis.

Banyak dari peradaban Islam di Indonesia meninggalkan jejak. Peninggalan-peninggalan tersebut masih digunakan dan berfungsi hingga sekarang. Masjid memiliki arti kata yaitu tempat sujud. Masjid adalah tempat untuk mendirikan salat menurut peraturan Islam. Masjid dan surau memiliki serambi di bagian depan serta sebuah bangunan berbentuk bujur sangkar yang melingkupi sebuah ruangan. 

Masjid dan surau juga dilengkapi dengan empat buah tiang utama yang berfungsi sebagai penunjang bagian atap. Empat tiang utama ini berada di tengah dan menjadi penunjang utama atap yang disebut soko guru. Makam pada masa peninggalan Islam umumnya terdiri dari jirat (kijing) dan nisan. 

Jirat atau kijing merupakan bangunan yang terbuat dari batu atau tembok berbentuk persegi panjang. Nisan merupakan tonggak pendek dari batu yang ditanam di dekat ujung-ujung jirat. Di atas jirat sering didirikan rumah yang disebut cungkup bagi orang-orang penting. Ajaran Islam melarang untuk melukiskan makhluk hidup termasuk manusia. 

Pada masa peradaban Islam di Indonesia, seni ukir hias mengambil pola-pola dari zaman purba yaitu daun-daunan, bunga-bungaan, bukit-bukit karang, pemandangan, dan garis-garis geometri. Seni ukir hias sering dijumpai di makam-makam, sementara di masjid hanya mimbar saja yang diperindah ukiran-ukirannya. 

Dikaji dari corak dan isinya, hasil kesusasteraan zaman Islam dapat dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya: Hikayat, merupakan cerita atau dongeng; Babad adalah hikayat yang sengaja digubah sebagai cerita sejarah; dan Suluk yang merupakan kitab-kitab tasawuf. Peradaban Hindu-Buddha yang berlangsung lama perlahan berubah dalam hal seni budaya. Wayang pada masa peradaban Islam disadur oleh Sunan Kalijaga untuk tidak menyalahi peraturan Islam. Pertunjukan wayang digunakan untuk berdakwah kepada masyarakat luas dan menjadi media yang efektif untuk digunakan.