Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerita Reflektif Modul Filosofi dan Pendidikan Nilai, Topik 1 PPG Guru Tertentu 2025

Gambar animasi siswa belajar di kelas di Indonesia

Cerita Reflektik Topik 1: Filsafat Pancasila dan Pemikiran Ki Hajar Dewantara sebagai Landasan Pendidikan Nasional

Pertanyaan: (1) Apakah tujuan Bapak/Ibu menjadi guru sudah tercapai? (2) Apa yang Bapak/Ibu harapkan dengan mengikuti mata kuliah Filosofi Pendidikan dan Pendidikan Indonesia ini?

Jawaban: (1) Tujuan saya menjadi guru adalah untuk memberikan kontribusi nyata dalam mencerdaskan kehidupan bangsa serta membentuk karakter peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, dan berpikir kritis. Sejauh ini, saya merasa tujuan tersebut mulai tercapai secara bertahap. Saya melihat perubahan positif pada siswa, baik dari segi pengetahuan, sikap, maupun keterampilan, yang menjadi motivasi bagi saya untuk terus berkembang sebagai pendidik. Meskipun belum sepenuhnya sempurna, pencapaian ini menjadi pijakan penting bagi saya untuk terus memperbaiki diri dan metode mengajar agar dapat memberikan dampak yang lebih luas dan mendalam.

(2) Dengan mengikuti mata kuliah Filosofi Pendidikan dan Pendidikan Indonesia, saya berharap dapat memperdalam pemahaman saya tentang hakikat pendidikan yang sesungguhnya serta nilai-nilai filosofis yang mendasarinya. Saya ingin mendapatkan perspektif yang lebih luas tentang peran guru dalam konteks kebudayaan, sejarah, dan tantangan pendidikan di Indonesia. Melalui pemahaman ini, saya berharap dapat menjalankan profesi guru dengan lebih reflektif dan bijaksana, serta mampu merancang pembelajaran yang tidak hanya bersifat akademis, tetapi juga menyentuh aspek kemanusiaan dan moral peserta didik.

Pertanyaan: Setelah membaca naskah dan melihat video di atas, tuliskan minimal 3 pokok-pokok pikiran Ki Hadjar Dewantara yang berkaitan dengan tujuan pendidikan, peran guru, serta prinsip pembelajaran yang berpihak pada peserta didik.

Jawaban: Berikut tiga pokok pikiran utama Ki Hadjar Dewantara yang berkaitan dengan tujuan pendidikan, peran guru, serta prinsip pembelajaran yang berpihak pada peserta didik:

1. Tujuan Pendidikan: Membentuk Manusia Merdeka

Ki Hadjar Dewantara memandang bahwa tujuan utama pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang merdeka lahir dan batin. Merdeka dalam artian mampu mengatur dan mengarahkan dirinya sendiri secara mandiri, baik dalam berpikir, merasa, maupun bertindak. Pendidikan harus membebaskan, bukan mengekang, serta mampu menumbuhkan kesadaran diri dan rasa tanggung jawab pada setiap individu. Hal ini terlihat jelas dalam Azas Taman Siswa 1922, terutama pada pasal 1 dan 2 yang menekankan bahwa peserta didik harus diberi ruang untuk tumbuh secara alami dan kodrati, dalam kebebasan yang tertib dan bertanggung jawab

2. Peran Guru: Sebagai Pamong dan Teladan

Ki Hadjar Dewantara mengangkat peran guru bukan sebagai penguasa dalam kelas, melainkan sebagai pamong—pembimbing yang mendampingi, memberi teladan, dan mengarahkan peserta didik dengan kasih sayang dan keikhlasan. Falsafah terkenalnya “Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” mencerminkan peran holistik seorang guru: memberi teladan di depan, membangun semangat di tengah, dan memberi dorongan di belakang. Guru bukan hanya pengajar, tetapi juga pembina karakter dan pembentuk kepribadian anak didik sesuai dengan nilai-nilai budaya dan kemanusiaan

3. Prinsip Pembelajaran yang Berpihak pada Peserta Didik: Sistem Among

Ki Hadjar Dewantara memperkenalkan sistem among, sebuah prinsip pendidikan yang berpihak penuh pada peserta didik. Sistem ini menjunjung tinggi kebebasan dan individualitas siswa dalam belajar, namun tetap berada dalam bimbingan yang bijaksana dari guru. Pendidikan bukan dilakukan dengan paksaan atau hukuman, tetapi dengan membimbing anak menemukan potensi dirinya. Beliau juga mengkritik pendidikan kolonial yang menekankan pada intelektualisme dan hukuman, dan menggantinya dengan pendekatan humanis, nasionalis, dan berbasis budaya sendiri

Pertanyaan: Setelah menelaah infografis mengenai Pancasila sebagai landasan filosofi pendidikan nasional, temukan keterkaitan antara Pancasila sebagai landasan filosofi pendidikan nasional dengan konsep pendidikan budi pekerti yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara.

Jawaban:

Setelah menelaah infografis tentang Pancasila sebagai landasan filosofi pendidikan nasional dan mengaitkannya dengan konsep pendidikan budi pekerti menurut Ki Hadjar Dewantara, dapat disimpulkan beberapa keterkaitan penting berikut:

1. Nilai Pancasila sebagai Dasar Budi Pekerti

Pancasila mengandung nilai-nilai luhur seperti Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial, yang sejalan dengan prinsip pendidikan budi pekerti Ki Hadjar Dewantara. Menurut beliau, pendidikan harus menanamkan nilai moral dan etika sebagai fondasi kepribadian peserta didik. Oleh karena itu, pendidikan yang berlandaskan Pancasila otomatis mendorong pembentukan karakter mulia, sebagaimana diajarkan dalam sistem among.

2. Pendidikan sebagai Proses Penanaman Nilai

Infografis menekankan bahwa pendidikan bukan hanya transfer ilmu (transfer of knowledge), tetapi juga transfer nilai (transfer of values). Ini sejalan dengan gagasan Ki Hadjar Dewantara yang menempatkan pendidikan sebagai tempat "berseminya benih-benih kebudayaan dan peradaban". Pendidikan budi pekerti menjadi wujud konkret dari upaya tersebut, di mana peserta didik dibimbing untuk memahami dan menghayati nilai-nilai kehidupan secara kontekstual.

3. Peran Guru dan Lingkungan dalam Pembentukan Karakter

Baik dalam infografis maupun pemikiran Ki Hadjar Dewantara, guru tidak hanya bertugas mengajar, tetapi juga mendidik dan menjadi teladan karakter. Guru harus memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari agar dapat menjadi panutan yang konsisten. Selain itu, peran keluarga sebagai lingkungan awal pendidikan moral juga sangat ditekankan, sebagaimana pandangan Ki Hadjar bahwa pendidikan pertama dan utama dimulai dari rumah.

Pertanyaan: Setelah membaca tulisan Ki Hadjar Dewantara tentang Sistem Trisentra , mari melakukan refleksi sesuai dengan konteks sekolah masing-masing. (1) Bagaimana pola hubungan antar pusat pendidikan dalam konteks sekolah Bapak/Ibu? (2) Bagaimana memastikan bahwa trisentra pendidikan di sekolah Bapak/Ibu memiliki visi dan misi yang sama? (3) Apa yang dapat dilakukan agar tercipta kerjasama yang harmonis antara ke-3 pusat pendidikan?

Jawaban:

1. Bagaimana pola hubungan antar pusat pendidikan dalam konteks sekolah Bapak/Ibu?

Dalam konteks sekolah kami, pola hubungan antara tiga pusat pendidikan—keluarga, sekolah, dan masyarakat—masih dalam tahap berkembang. Sekolah berperan sebagai pusat formal pembelajaran dan sering kali menjadi jembatan antara keluarga dan lingkungan masyarakat. Keluarga biasanya terlibat saat ada kegiatan rapat orang tua, pembagian rapor, atau saat anak menghadapi masalah kedisiplinan. Namun, keterlibatan masyarakat masih minim dan cenderung bersifat seremonial, seperti saat perayaan hari besar atau lomba-lomba. Hubungan ini perlu diperkuat agar terjadi sinergi dalam membentuk karakter dan kecerdasan sosial anak

2. Bagaimana memastikan bahwa trisentra pendidikan di sekolah Bapak/Ibu memiliki visi dan misi yang sama?

Untuk memastikan ketiganya memiliki visi dan misi yang sama, komunikasi yang terbuka dan berkelanjutan harus dibangun. Sekolah dapat menyusun forum komunikasi seperti:

Majelis orang tua/wali untuk menyelaraskan tujuan pendidikan.

Rapat rutin antara guru dan orang tua, untuk berbagi perkembangan dan kebutuhan anak.

Kegiatan bersama dengan masyarakat, seperti gotong royong, penyuluhan, atau parenting class, agar masyarakat memahami dan mendukung nilai-nilai yang diajarkan di sekolah.

Penting juga bagi sekolah untuk menjelaskan visi-misi sekolah secara terbuka melalui berbagai media dan forum, sehingga setiap pihak memahami arah pendidikan dan perannya masing-masing dalam ekosistem Trisentra

3. Apa yang dapat dilakukan agar tercipta kerja sama yang harmonis antara ke-3 pusat pendidikan?

Beberapa langkah konkret yang dapat dilakukan antara lain:

Menjadikan sekolah sebagai fasilitator sinergi antara keluarga dan masyarakat (misalnya, melalui program kolaboratif).

Melibatkan orang tua dalam kegiatan sekolah seperti pengajaran keterampilan hidup, pengawasan kegiatan ekstrakurikuler, atau sebagai narasumber.

Memberikan pelatihan atau workshop parenting agar orang tua dapat berperan lebih efektif di rumah.

Menjalin kemitraan dengan tokoh masyarakat atau organisasi lokal, untuk mendukung pembinaan karakter siswa di luar jam sekolah.

Memanfaatkan media sosial secara positif, sebagai sarana komunikasi dan edukasi bagi ketiga pusat pendidikan—hal ini juga menjadi refleksi perkembangan Catur Pusat Pendidikan yang mencakup media sosial sebagai pusat keempat

Pertanyaan: Dari tayangan video-video di atas, kita menyadari pentingnya mendidik secara kontekstual dengan menyesuaikan materi dan strategi pembelajaran sesuai dengan kodrat alam dan zaman peserta didik berada. Berikan contoh bagaimana Bapak/Ibu dapat menyesuaikan materi dan strategi pembelajaran dengan konteks peserta didik berada.

Jawaban:

Setelah menyimak tayangan video mengenai konsep kodrat alam dan kodrat zaman dalam pendidikan serta prinsip Trikon yang terdiri dari asas Continue, Converge, dan Consentric, saya semakin menyadari pentingnya memberikan pembelajaran yang kontekstual, yaitu pembelajaran yang sesuai dengan lingkungan tempat murid berada serta perkembangan zaman yang mereka hadapi. Mendidik secara kontekstual bukan hanya tentang menyampaikan pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan itu bisa bermakna dan relevan dalam kehidupan nyata murid.

Di sekolah saya, mayoritas peserta didik berasal dari keluarga petani karet di daerah pedesaan. Oleh karena itu, saya menyesuaikan materi pembelajaran agar lebih dekat dengan realitas mereka. Misalnya, dalam pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada materi ekosistem, saya tidak membahas ekosistem laut atau hutan tropis secara abstrak, melainkan mengaitkan pembelajaran dengan ekosistem kebun karet yang sangat akrab bagi mereka.

Saya mengajak murid untuk melakukan pengamatan langsung ke kebun karet yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Mereka mengamati makhluk hidup yang ada di sana, seperti burung, serangga, dan tumbuhan liar yang tumbuh di sekitar pohon karet. Kami membahas bagaimana hubungan antarorganisme tersebut membentuk ekosistem yang seimbang. Dengan demikian, murid tidak hanya memahami konsep ekosistem secara teoritis, tetapi juga mampu melihat aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.

Strategi pembelajaran yang saya terapkan pun disesuaikan dengan semangat zaman. Saya menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning) di mana murid diminta membuat laporan hasil pengamatan dan mempresentasikan solusi untuk menjaga ekosistem kebun karet agar tetap lestari tanpa merusak keseimbangan alam. Proses ini juga melatih mereka berpikir kritis, kreatif, serta mampu berkomunikasi dan berkolaborasi dengan teman-teman dalam kelompoknya—keterampilan yang sangat penting di abad ke-21.

Saya juga memanfaatkan teknologi sebagai bagian dari kodrat zaman dengan memperkenalkan murid pada sumber belajar digital yang relevan dan sesuai konteks. Murid saya ajak menonton video pendek tentang cara merawat tanaman karet atau bagaimana teknologi bisa membantu pertanian yang ramah lingkungan. Di sisi lain, saya tetap menanamkan nilai-nilai budaya lokal dan kearifan lingkungan yang telah diwariskan secara turun-temurun, seperti semangat gotong royong, hidup selaras dengan alam, dan menghargai hasil kerja keras sendiri.

Melalui pembelajaran yang berpijak pada kodrat alam dan kodrat zaman ini, saya melihat murid menjadi lebih antusias dan merasa bahwa pelajaran yang mereka terima benar-benar dekat dengan kehidupan mereka. Sebagai pendidik, saya pun terus merefleksikan dan menyesuaikan pendekatan agar pendidikan tidak hanya menjadi kewajiban, melainkan pengalaman yang menyenangkan, bermakna, dan memberdayakan bagi setiap murid.

Pertanyaan: Koneksikan permasalahan Ali dengan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya mengenai peran guru, konsep Catur Pusat Pendidikan, dan Pendidikan yang menyesuaikan dengan Kodrat Alam dan Kodrat Zaman. Susunlah rencana aksi dan rancangan pembelajaran untuk Ali. Diskusikan rencana yang dibuat dengan teman sejawat, mintalah masukan dari teman sejawat untuk merancang pembelajaran yang tepat. Catatlah semua masukan dan sempurnakan rencana yang telah dibuat.

Jawaban:

Koneksikan dengan Konsep-konsep Pembelajaran

1. Peran Guru

Pak Maman sebagai wali kelas berperan penting sebagai fasilitator, pembimbing, dan jembatan antara murid dengan lingkungan barunya. Guru perlu:

Melakukan pendekatan personal dan reflektif.

Membangun kepercayaan dan rasa aman bagi Ali.

Menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan inklusif.

2. Catur Pusat Pendidikan

Rumah (orang tua): Ibu Ali sudah berperan aktif. Pak Maman bisa menjalin komunikasi rutin dengan keluarga.

Sekolah: Harus menyediakan ruang untuk Ali mengekspresikan diri (melalui ekstrakurikuler, tugas proyek, dll.).

Masyarakat: Guru bisa membangun kolaborasi dengan komunitas olahraga lokal atau organisasi kepemudaan.

Media Sosial: Bisa digunakan untuk menjembatani Ali dalam mempertahankan koneksi positif dari lingkungan sebelumnya sambil mengenal teman baru secara digital.

3. Kodrat Alam dan Zaman

Kodrat Alam: Lingkungan baru Ali lebih panas dan pesisir. Guru bisa mengaitkan pembelajaran dan aktivitas yang relevan dengan kondisi tersebut (misalnya pengamatan lingkungan pesisir).

Kodrat Zaman: Pembelajaran harus mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikasi. Media digital dan minat siswa (misalnya olahraga) bisa dimanfaatkan sebagai jembatan pembelajaran.

Rencana Aksi untuk Ali

Langkah 1: Identifikasi Minat dan Kebutuhan Ali

Wawancara pribadi (konseling ringan).

Kuis minat dan bakat.

Observasi kelas dan sosial.

Langkah 2: Fasilitasi Interaksi Sosial

Tugaskan Ali dalam kelompok kecil (projek berbasis tim).

Ajak Ali ikut komunitas futsal lokal (kerjasama dengan guru olahraga).

Kenalkan dengan teman sebaya yang memiliki minat yang sama.

Langkah 3: Integrasi Lingkungan Lokal dalam Pembelajaran

Gunakan materi pembelajaran kontekstual, misalnya tema pelestarian pantai, ekosistem pesisir, atau kebudayaan lokal.

Proyek kolaboratif: kampanye kebersihan pantai, membuat vlog lingkungan sekitar.

Langkah 4: Kolaborasi dengan Orang Tua dan Komunitas

Rapat informal dengan orang tua (Ali, guru, dan BK).

Undang komunitas pemuda lokal ke sekolah untuk berbagi pengalaman atau membuat klub bersama.

Rancangan Pembelajaran untuk Ali

Mata Pelajaran: Bahasa Indonesia

Materi: Teks Eksplanasi

Tema Kontekstual: Fenomena Alam di Pesisir

Tujuan Pembelajaran:

Siswa dapat mengidentifikasi struktur teks eksplanasi.

Siswa dapat menulis teks eksplanasi berdasarkan fenomena alam di sekitar pesisir.

Langkah Pembelajaran:

Observasi Lapangan: Siswa diajak mengamati ombak, erosi pantai, atau pemanfaatan hasil laut.

Diskusi Kelompok: Diskusi per kelompok kecil, termasuk Ali, untuk menyusun poin penting fenomena.

Menulis Teks: Siswa menyusun teks eksplanasi berdasarkan hasil pengamatan.

Presentasi Digital: Menggunakan poster digital atau video pendek (Ali bisa menjadi bagian editing atau narator, sesuai minat).

Refleksi: Guru membimbing refleksi nilai sosial dan lokal dari tema yang dipilih.

Diskusi dan Masukan dari Teman Sejawat

Catatan Masukan:

“Ali mungkin butuh waktu untuk menyesuaikan diri. Jangan langsung menugaskan peran besar.”

“Libatkan BK untuk pendekatan psikologis dan pemetaan sosial.”

“Proyek yang ringan dan menyenangkan bisa membangun kepercayaan dirinya kembali.”

“Dorong Ali menjadi mentor futsal di lingkungan baru agar merasa berdaya.”

Perbaikan Rencana:

Tambahkan sesi pembiasaan ringan di awal (game, sharing time).

Libatkan guru BK sejak awal proses adaptasi.

Pertimbangkan peer buddy system untuk mendampingi Ali.

Pertanyaan: Asas Trikon yang dikemukakan Ki Hadjar Dewantara terdiri dari Kontinyu, Konvergen, dan Konsentris, dapat membantu guru dalam menerapkan pembelajaran bermakna yang bagi peserta didik. Asas ini membantu guru untuk menerapkan pembelajaran yang terbuka sesuai dengan konteks alam dan zaman, namun tetap mengedepankan identitas diri masing-masing peserta didik. Berikan contoh penerapan masing-masing asas dalam proses pembelajaran.

Jawaban:

Dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara, pendidikan adalah suatu proses yang dinamis dan senantiasa berkembang mengikuti perubahan zaman. Untuk itu, diperlukan asas-asas pendidikan yang mampu menjembatani perubahan tersebut, namun tetap berpijak pada nilai-nilai dasar kebudayaan dan kemanusiaan. Tiga asas utama yang beliau kemukakan, yaitu Kontinyu, Konvergen, dan Konsentris—yang kemudian dikenal sebagai Asas Trikon—merupakan dasar penting dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna dan kontekstual bagi peserta didik. Ketiga asas ini dapat dijadikan pedoman oleh guru untuk mendesain proses pembelajaran yang tidak hanya bersifat kognitif, tetapi juga menyentuh aspek afektif dan psikomotorik peserta didik.

Asas yang pertama, Kontinyu, menekankan bahwa pendidikan adalah proses yang berkesinambungan. Dalam praktiknya, guru perlu menyusun pembelajaran yang mengaitkan materi baru dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki peserta didik sebelumnya. Sebagai contoh, ketika guru mengajarkan tentang "Siklus Air" pada pelajaran IPA, ia perlu terlebih dahulu mengaitkan materi tersebut dengan pembelajaran tentang perubahan wujud benda atau cuaca yang telah dipelajari di kelas sebelumnya. Dengan demikian, peserta didik tidak merasa asing terhadap materi yang diajarkan karena pembelajaran berlangsung secara bertahap dan terhubung satu sama lain, sesuai dengan alur perkembangan berpikir mereka.

Asas kedua adalah Konvergen, yang mengajarkan bahwa proses pendidikan harus mengarah pada satu tujuan utama, yakni pembentukan manusia seutuhnya. Guru diharapkan mampu memadukan berbagai pengalaman belajar agar saling mendukung dan menguatkan. Misalnya, dalam pembelajaran tematik yang mengangkat isu lingkungan, guru dapat melibatkan berbagai mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia (untuk menulis slogan kampanye), IPA (untuk memahami dampak pencemaran), serta Seni Budaya (untuk membuat poster edukatif). Semua kegiatan ini dirancang untuk mencapai satu tujuan yang sama: menumbuhkan kepedulian peserta didik terhadap lingkungan sekitarnya. Asas konvergen ini menekankan pentingnya sinergi antar pembelajaran agar peserta didik tidak hanya menguasai ilmu, tetapi juga mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.

Sementara itu, Asas Konsentris mengarahkan pendidikan agar dimulai dari hal-hal yang paling dekat dengan peserta didik, yaitu dari lingkungan dan pengalaman keseharian mereka. Guru sebaiknya menyusun materi dan aktivitas belajar yang berkaitan erat dengan konteks lokal siswa sebelum membawanya pada cakupan yang lebih luas. Contohnya, dalam pelajaran IPS tentang kegiatan ekonomi, guru dapat mengajak siswa mengenali potensi lokal seperti kebun kopi, sawah, atau kerajinan tangan di daerah mereka. Setelah memahami kondisi di sekitar, barulah pembelajaran dilanjutkan dengan pembahasan tentang ekonomi nasional dan global. Pendekatan ini membuat peserta didik merasa lebih terlibat karena materi pelajaran terasa dekat dengan kehidupan mereka.

Dengan menerapkan ketiga asas Trikon ini, guru tidak hanya menjadi penyampai informasi, tetapi juga menjadi fasilitator yang mampu menjadikan proses pembelajaran lebih hidup, relevan, dan bermakna. Pembelajaran yang berlandaskan pada prinsip berkelanjutan (kontinyu), terpadu dan terarah (konvergen), serta berpusat pada peserta didik dan lingkungannya (konsentris) akan menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki kesadaran kontekstual dan karakter yang kuat sesuai dengan tuntutan zaman dan nilai-nilai budaya bangsa.