Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Diskusi 2 Evaluasi Program Pendidikan

Sebelum memberikan tanggapan, silakan pelajari dulu Modul 2 BMP MIPK5301. Kemudian pelajari kasus berikut, yaitu mengenai tantangan dan hambatan pendidikan inklusif di sekolah.

Pendidikan inklusif merupakan model pendidikan untuk memberikan kesempatan sekaligus alternatif pemenuhan hak pendidikan bagi anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. 

Tantangan dan Hambatan Pendidikan Inklusif di Sekolah

28 January 2020 

Dirunduh tanggal 12 Februari 2021 dari https://metrosulawesi.id/2020/01/28/tantangan-dan-hambatan-pendidikan-inklusif-di-sekolah/  

Oleh: Syam Zaini

“Setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya, tanpa memandang status sosial, ekonomi, suku, etnis, agama dan gender, kemampuan dan lainnya”.

REALITA di lapangan menunjukkan belum semua warga negara Indonesia memperoleh haknya mendapatkan pendidikan yang diamanatkan sesuai Undang-Undang. Banyak faktor yang menjadi penyebab terbatasnya akses warga untuk mengikuti pendidikan, diantaranya adalah karena faktor: 1)geografis, 2)ekonomi, 3)budaya, 4)disabilitas, 5)tuntutan pekerjaan, 6)bencana, 7)konflik, 8)bias gender, dll.

Anak disabilitas adalah anak yang mengalami ketidak mampuan dalam melaksanakan fungsi tertentu, disebabkan karena adanya “ketunaan” pada aspek perkembangan tertentu. Kondisi ini sering disebut dengan istilah anak berkelainan, anak luar biasa dan atau anak berkebutuhan khusus (ABK). Didalam pasal 5 ayat 1 UU no 20 tahun 2003, dibreakdown kembali oleh Permendikbud no 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik; memberikan instruksi bahwa mereka (ABK) yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial perlu memperoleh pendidikan khusus dan pelayanan pendidikan yang khusus.

Pendidikan khusus telah berjalan satu dasawarsa, tentunya perlu diapresiasi maksimal yang telah dilakukan oleh Dikbud Prov SulTeng melalui bidang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus yang dikomandani oleh Kabidnya DR. Minarni Nongtji, M.Si. Melalui bidang PK PLK inilah pelaksanaan pendidikan inklusif merambah kesekolah reguler, yang dahulunya diawal awal masih sangat asing disekolah reguler, karena selama ini tanggung jawab itu (dianggap) hanya ada pada Sekolah Luar Biasa (SLB) semata saja.

Pelaksanaan pendidikan inklusif saat ini masih menghadapi sejumlah kendala dan tantangan, diantaranya adalah: 1)pemahaman dan sikap yang belum merata dikalangan masyarakat tentang pendidikan inklusif, 2)keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan guru dalam memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus, 3)sarana dan lingkungan sekolah yang belum sepenuhnya aksesibel bagi anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan kondisi tersebut, dibutuhkan upaya-upaya yang sistematik untuk membudayakan pendidikan inklusif. Diharapkan kedepan pendidikan inklusif dapat berjalan lebih baik lagi.

Tugas Diskusi:

Bila Bapak/Ibu ditugaskan untuk melakukan evaluasi program pendidikan inklusif tersebut dengan evaluasi model kesenjangan, jelaskan:
  • apa yang akan Anda rencanakan pada tahap proses?
  • siapa saja sumber data yang akan  Anda llibatkan dalam kegiatan evaluasi ini dan untuk mendapatkan data apa.  

Jawaban:

Menurut Retnawati dan Mulyatiningsih (2019), model evaluasi kesenjangan dari Provus adalah suatu metode evaluasi yang dikembangkan oleh Malcolm Provus, yang dirancang untuk mengukur sejauh mana suatu program mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan, terutama dalam konteks pengurangan kesenjangan atau perbedaan antara kelompok-kelompok yang berbeda. Model ini mengukur kesenjangan antara kelompok yang berbeda dalam hal pencapaian tujuan program, dan kemudian menentukan seberapa efektif program dalam mengurangi kesenjangan tersebut.

Permendiknas No 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif mendefinisikan pendidikan inklusif sebagai suatu pendidikan yang memberikan layanan pendidikan kepada semua peserta didik tanpa terkecuali, termasuk peserta didik yang memiliki hambatan atau kesulitan belajar, peserta didik dengan kecerdasan dan bakat istimewa, serta peserta didik yang berasal dari kelompok masyarakat yang kurang mampu. Berdasarkan Permendiknas, pendidikan inklusif memerlukan pengorganisasian dan manajemen yang baik dalam melaksanakan proses pembelajaran yang berbeda-beda, sehingga mampu memenuhi kebutuhan peserta didik dengan berbagai latar belakang, karakteristik, dan kebutuhan belajar yang beragam. Tujuannya adalah untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, yang dapat mengakomodasi keberagaman peserta didik dan memberikan kesempatan yang sama bagi setiap peserta didik untuk berkembang secara optimal. Program pendidikan inklusif memiliki tujuan untuk memastikan bahwa setiap peserta didik, termasuk yang memiliki kebutuhan khusus, memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan akses, berpartisipasi, dan berkembang dalam pendidikan. Selain itu, tujuan lainnya adalah untuk mendorong kesetaraan, toleransi, dan menghargai keragaman dalam lingkungan pendidikan, serta membekali peserta didik dengan keterampilan untuk hidup di dalam masyarakat yang inklusif dan beragam. Hal ini diatur dalam Permendiknas No 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif.

Dalam Permendiknas No 70 Tahun 2009 tersebut disebutkan bahwa lembaga pendidikan harus memperhatikan keberagaman individu dan mengakomodasi kebutuhan serta potensi peserta didik secara inklusif. Oleh karena itu, evaluasi kesenjangan pada pendidikan inklusif dapat dilakukan dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut dan mengevaluasi apakah keberagaman individu dan kebutuhan serta potensi peserta didik sudah terakomodasi secara inklusif dalam pelaksanaan pendidikan inklusif.

Apa yang akan Anda rencanakan pada tahap proses?

Evaluasi program pendidikan inklusif dengan evaluasi model kesenjangan menurut Retnawati dan Mulyatiningsih (2019), dalam tahapan proses evaluasi kesenjangan pada program pendidikan inklusif, kita perlu fokus pada pengumpulan data dari program inklusif tersebut. Maka, data yang dikumpulkan meliputi pengukuran kemampuan peserta didik dalam program inklusif, berdasarkan tujuan program yang ingin dicapai. Dari data tersebut, kita dapat mengetahui apakah terdapat kesenjangan antara tujuan program yang diinginkan dengan realisasi program yang terjadi. Setelah mengetahui adanya kesenjangan, selanjutnya dilakukan analisis penyebab kesenjangan tersebut dan perencanaan tindakan perbaikan yang harus dilakukan.

Selanjutnya, menurut Hidayat dan Basuki (2018), pada tahap proses, dalam evaluasi kesenjangan, hal-hal yang harus disiapkan antara lain:

  • Menentukan tujuan evaluasi, yaitu untuk mengevaluasi sejauh mana program pendidikan inklusif telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
  • Menentukan model evaluasi kesenjangan yang akan digunakan, yaitu model yang mampu mengidentifikasi perbedaan antara hasil yang diharapkan dan hasil yang dicapai dalam program pendidikan inklusif.
  • Menentukan indikator kesenjangan yang akan digunakan, yaitu indikator yang dapat mengukur perbedaan antara hasil yang diharapkan dan hasil yang dicapai dalam program pendidikan inklusif.
  • Menentukan metode pengumpulan data yang akan digunakan, seperti observasi, wawancara, atau kuesioner.
  • Menentukan responden atau sumber data yang akan dilibatkan dalam evaluasi, yaitu siswa, guru, orang tua siswa, dan ahli pendidikan inklusif atau ahli terkait lainnya.
  • Menentukan jadwal evaluasi dan bertanggung jawab untuk menjalankan evaluasi.
  • Menentukan tindakan perbaikan yang diperlukan untuk mengatasi kesenjangan antara hasil yang diharapkan dan hasil yang dicapai dalam program pendidikan inklusif.

Maka dapat kita simpulkan bahwa pada tahap proses dalam evaluasi program pendidikan inklusif dengan menggunakan evaluasi model kesenjangan, kita perlu fokus pada pengumpulan data dari program inklusif yang mencakup pengukuran kemampuan peserta didik dalam program inklusif berdasarkan tujuan program yang ingin dicapai. Selanjutnya, dilakukan analisis penyebab kesenjangan dan perencanaan tindakan perbaikan yang harus dilakukan. Hal-hal yang harus disiapkan pada tahap proses meliputi menentukan tujuan evaluasi, model evaluasi kesenjangan yang akan digunakan, indikator kesenjangan, metode pengumpulan data, responden atau sumber data yang dilibatkan dalam evaluasi, jadwal evaluasi, dan tindakan perbaikan yang diperlukan.

Siapa saja sumber data yang akan Anda llibatkan dalam kegiatan evaluasi ini dan untuk mendapatkan data apa?  

Menurut Hidayat dan Basuki (2018), sumber data yang dapat dilibatkan dalam evaluasi kesenjangan pada program pendidikan inklusif meliputi:

  • Siswa dengan dan tanpa kebutuhan khusus yang terlibat dalam program inklusif.
  • Guru, staf sekolah, dan pimpinan sekolah yang terlibat dalam program inklusif.
  • Orang tua siswa yang terlibat dalam program inklusif.
  • Ahli pendidikan inklusif atau ahli terkait lainnya.
  • Dokumen program, seperti kurikulum, buku panduan, dan dokumen kebijakan.

Data yang dapat diperoleh dari sumber-sumber di atas meliputi persepsi tentang program pendidikan inklusif dan kualitas pendidikan yang diberikan, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh oleh siswa dalam program inklusif, hasil akademik siswa dalam program inklusif, keefektifan pendekatan pengajaran dan kurikulum inklusif, faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi siswa dalam program inklusif, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program inklusif secara keseluruhan (Hidayat dan Basuki, 2018).

Maka kita simpulkan bahwa sumber data yang dapat dilibatkan dalam mengevaluasi kesenjangan pada program pendidikan inklusif mencakup siswa dengan dan tanpa kebutuhan khusus yang terlibat dalam program, guru, staf sekolah, dan administrator yang terlibat dalam program, orang tua siswa yang terlibat dalam program, ahli pendidikan inklusif atau bidang terkait lainnya, dan dokumen program seperti kurikulum, buku panduan, dan dokumen kebijakan. Kemudian data yang dapat diperoleh dari sumber-sumber ini meliputi persepsi tentang program pendidikan inklusif dan kualitas pendidikan yang diberikan, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh oleh siswa dalam program inklusif, hasil akademik siswa dalam program inklusif, efektivitas pendekatan pengajaran dan kurikulum inklusif, faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi siswa dalam program, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program inklusif secara keseluruhan.

Referensi :

Hidayat, A., & Basuki, I. (2018). Evaluasi Pendidikan Inklusif. Raja Grafindo Persada.

Permendiknas No 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif.

Retnawati, Heri dan Mulyatiningsih, Endang. 2019. Buku Materi Pokok MIPK5301/3SKS/Modul 1-9: Evaluasi Program Pendidikan. Tangerang Selatan, Banten: Universitas Terbuka