Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Teori Belajar Behavioristik dan implikasinya dalam pembelajaran

Pandangan Teori Belajar Behavioristik

Apakah Anda tahu istilah yang sering digunakan untuk merujuk pada teori belajar behavioristik? Ya, Anda benar. Teori belajar behavioristik juga dikenal sebagai teori belajar perilaku karena fokus pada analisis perilaku yang dapat diamati, diukur, dilukiskan, dan diprediksi. Belajar adalah perubahan dalam perilaku manusia yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Behaviorisme bertujuan untuk memahami bagaimana faktor lingkungan mengendalikan perilaku individu yang sedang belajar, dengan penekanan lebih pada tingkah laku manusia. 

Teori belajar behavioristik adalah pendekatan dalam psikologi yang menekankan pentingnya pengamatan perilaku yang dapat diamati secara langsung dan pengaruh lingkungan eksternal dalam membentuk perilaku individu. Menurut teori ini, perilaku manusia dapat dipelajari dan diubah melalui penguatan positif atau negatif dari lingkungan.

Berikut pengertian teori belajar behavioristik menurut beberapa ahli:

  • Menurut Thorndike (1911), seorang pendiri aliran tingkah laku, teori behavioristik berhubungan dengan belajar sebagai proses interaksi antara rangsangan (seperti pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons (juga termasuk pikiran, perasaan, dan gerakan). Menurut Thorndike, perubahan dalam perilaku dapat berwujud dalam bentuk yang konkret (dapat diamati) atau dalam bentuk yang abstrak (tidak dapat diamati).
  • Menurut Watson (1913), teori belajar behavioristik adalah pendekatan yang menganggap bahwa perilaku manusia adalah hasil dari pembentukan melalui pengalaman belajar yang berasal dari lingkungan eksternal. Watson (1913) menekankan pentingnya pengamatan langsung terhadap perilaku yang dapat diamati secara objektif.
  • Menurut B.F. Skinner (1953), ia mengembangkan konsep operant conditioning, di mana perilaku manusia dipandang sebagai hasil dari konsekuensi yang diterima setelah perilaku itu dilakukan. Skinner berpendapat bahwa perilaku yang diperkuat atau diberi hukuman akan cenderung diulang atau dihindari di masa depan.
  • Menurut Ivan Parlov (1927), teori belajar behavioristik adalah pendekatan dalam psikologi yang menekankan pengaruh lingkungan eksternal dalam membentuk perilaku individu. Menurut teori ini, perilaku manusia dapat dipelajari dan diubah melalui proses pembentukan asosiasi antara stimulus dan respons yang ada di lingkungan. Ia memainkan peran penting dalam pengembangannya melalui eksperimen klasik terkait pembelajaran terkondisi (classical conditioning).
  • Schunk (2012), teori belajar behavioristik merupakan suatu pendekatan dalam psikologi yang menekankan pentingnya perilaku yang dapat diamati dan diukur secara objektif. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa perilaku manusia dapat dipelajari melalui stimulus dan respons yang terjadi di lingkungan eksternal.

Teori behavioristik meyakini bahwa belajar melibatkan perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil interaksi antara rangsangan dan respons. Dalam konteks ini, belajar dapat dipahami sebagai perubahan yang terjadi pada peserta didik dalam kemampuannya untuk berperilaku dengan cara baru melalui interaksi antara rangsangan dan respons. Peserta didik dianggap telah belajar jika mereka dapat menunjukkan perubahan dalam perilaku mereka. Sebagai contoh, seorang peserta didik dapat dianggap mampu membaca jika mereka mampu menunjukkan kemampuan membaca dengan baik.

Dalam teori behavioristik, hal-hal yang terjadi di antara rangsangan dan respons dianggap tidak relevan untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan diukur. Yang dapat diamati hanyalah rangsangan yang diberikan oleh guru dan respons yang dihasilkan oleh peserta didik. Oleh karena itu, segala sesuatu yang diberikan oleh guru dianggap sebagai rangsangan, sedangkan segala sesuatu yang dihasilkan oleh peserta didik dianggap sebagai respons. Semua ini harus dapat diamati dan diukur. Teori behavioristik menekankan pentingnya pengukuran karena pengukuran adalah cara penting untuk melihat apakah terjadi perubahan perilaku atau tidak.

Ciri-ciri teori ini mencakup penekanan pada unsur-unsur dan komponen yang kecil, bersifat mekanistik, fokus pada peran lingkungan, pentingnya latihan, penekanan pada mekanisme pembelajaran, dan pentingnya kemampuan dan hasil belajar yang menghasilkan perilaku yang diinginkan. Teori belajar ini sering disebut sebagai "S-R" (Stimulus - Respon) dalam konteks psikologis, yang berarti bahwa perilaku manusia dikontrol oleh ganjaran atau penghargaan dan penguatan dari lingkungan. Dalam konteks ini, hubungan yang erat terbentuk antara reaksi perilaku dengan stimulusnya dalam proses belajar. Para pendidik yang mengadopsi pandangan ini percaya bahwa perilaku siswa merupakan respons terhadap lingkungan dan perilaku itu sendiri adalah hasil dari proses pembelajaran.

Dalam teori belajar behavioristik, ada beberapa konsep penting yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana belajar terjadi:

  • Asosiasi: Teori behavioristik mengemukakan bahwa belajar terjadi melalui pembentukan asosiasi antara stimulus dan respons. Contohnya, jika seseorang mendapat hadiah setiap kali ia melakukan perilaku tertentu, maka ia cenderung akan mengasosiasikan perilaku tersebut dengan hadiah dan akan lebih mungkin untuk mengulangi perilaku tersebut di masa depan.
  • Penguatan: Penguatan (reinforcement) memiliki peran penting dalam teori belajar behavioristik. Penguatan merupakan suatu stimulus yang meningkatkan kemungkinan bahwa suatu respons akan muncul kembali di masa depan. Dalam konteks penguatan, ada dua jenis penguatan yang sering digunakan: penguatan positif (memberikan hadiah atau ganjaran) dan penguatan negatif (menghilangkan atau mengurangi stimulus yang tidak diinginkan).
  • Hukuman: Hukuman (punishment) merupakan suatu stimulus yang digunakan untuk mengurangi kemungkinan bahwa suatu respons akan muncul kembali di masa depan. Dalam konteks hukuman, ada dua jenis hukuman yang sering digunakan: hukuman positif (memberikan konsekuensi negatif) dan hukuman negatif (menghilangkan atau mengurangi stimulus yang diinginkan).

Implikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran

Setelah mempelajari teori behavioristik, kita dapat memahami bahwa konsep-konsep seperti hubungan stimulus-respon, individu atau peserta didik yang pasif, perilaku sebagai hasil dari pembelajaran yang terlihat, pembentukan perilaku melalui shaping dengan pengaturan kondisi yang ketat, serta reinforcement dan hukuman, semua merupakan elemen yang sangat signifikan. Hingga saat ini, teori ini masih dominan dalam praktik pembelajaran di Indonesia. Hal ini terlihat jelas dalam pelaksanaan pembelajaran mulai dari tingkat awal, seperti Kelompok Bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan Perguruan Tinggi, di mana pembentukan perilaku melalui metode pembiasaan (drill) dengan penggunaan hukuman atau reinforcement masih sering dilakukan. Mari kita tinjau bersama-sama bagaimana implikasi teori behavioristik terhadap kegiatan pembelajaran.

Implikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran bervariasi tergantung pada beberapa faktor, seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik peserta didik, serta media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Ketika pembelajaran didesain dan dijalankan dengan dasar teori behavioristik, pendekatan ini mengasumsikan bahwa pengetahuan bersifat objektif, pasti, tetap, dan tidak berubah. Pengetahuan telah diorganisir dengan baik, sehingga proses belajar merupakan akuisisi pengetahuan, sementara proses mengajar adalah mentransfer pengetahuan kepada individu yang sedang belajar atau peserta didik. Diharapkan bahwa peserta didik akan memiliki pemahaman yang serupa terhadap pengetahuan yang diajarkan. Dengan kata lain, pemahaman yang dimiliki oleh pendidik atau guru haruslah sama dengan yang dipahami oleh murid.

Fungsi pikiran atau mind adalah untuk mereproduksi struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah. Makna yang dihasilkan dari proses berpikir ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan yang ada. Dalam pandangan teori behavioristik, karena hal-hal yang ada dalam dunia nyata dianggap telah terstruktur dan teratur, peserta didik atau individu yang sedang belajar harus diberikan aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan dengan ketat sebelumnya. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat penting dalam proses pembelajaran, di mana penegakan disiplin memiliki peran sentral. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam meningkatkan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu mendapat hukuman, sedangkan keberhasilan belajar atau kemampuan dianggap sebagai perilaku yang pantas mendapatkan penghargaan. Selain itu, ketaatan terhadap aturan dipandang sebagai faktor penentu keberhasilan belajar. Peserta didik dianggap sebagai objek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar berada di tangan sistem yang berada di luar diri peserta didik.

Pada teori behavioristik, tujuan pembelajaran ditekankan pada peningkatan pengetahuan, sedangkan belajar dianggap sebagai aktivitas "mimetic" di mana peserta didik diminta untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang telah dipelajari melalui laporan, kuis, atau tes. Materi pelajaran disajikan dengan menekankan pada ketrampilan terisolasi atau akumulasi fakta secara berurutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum yang ketat, sehingga kegiatan belajar didasarkan pada buku teks atau buku wajib dengan penekanan pada kemampuan mengungkapkan kembali isi dari buku tersebut. 

Kemudian, Thorndike (Schunk, 2012) merumuskan peran guru dalam proses pembelajaran sebagai berikut:

  1. Guru bertanggung jawab untuk membentuk kebiasaan peserta didik, karena kebiasaan tidak akan terbentuk dengan sendirinya.
  2. Guru harus berhati-hati agar tidak membentuk kebiasaan yang nantinya harus diubah, karena mengubah kebiasaan yang sudah terbentuk sangat sulit.
  3. Guru harus membentuk kebiasaan sesuai dengan cara penggunaan kebiasaan tersebut.
  4. Guru harus membentuk kebiasaan dengan mempertimbangkan cara penggunaan kebiasaan tersebut.

Dalam evaluasi belajar, fokus diberikan pada respons pasif, keterampilan yang terpisah, dan sering menggunakan tes tertulis. Evaluasi hasil belajar menekankan keberadaan satu jawaban yang benar. Artinya, jika peserta didik menjawab sesuai dengan harapan guru, itu menandakan bahwa mereka telah menyelesaikan tugas belajar mereka. Evaluasi belajar dianggap sebagai bagian terpisah dari proses pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah kegiatan pembelajaran selesai. Pendekatan ini menekankan evaluasi terhadap kemampuan individu peserta didik.

Salah satu contoh pembelajaran yang mengikuti pendekatan behavioristik adalah pembelajaran terprogram (PI/Programmed Instruction), yang merupakan pengembangan dari prinsip-prinsip pembelajaran kondisioning operant yang diperkenalkan oleh Skinner. Schunk (2012) menjelaskan bahwa pembelajaran terprogram melibatkan beberapa prinsip pembelajaran. Dalam pembelajaran terprogram, materi dibagi menjadi unit-unit yang disajikan secara berurutan. Setiap unit memberikan informasi dalam potongan kecil dan dilengkapi dengan tes yang harus dijawab oleh peserta didik.

Di era modern ini, teori behavioristik diterapkan dalam pembelajaran menggunakan powerpoint dan multimedia. Pembelajaran dengan powerpoint cenderung bersifat satu arah. Materi disusun secara rinci dalam format powerpoint dengan pemecahan menjadi bagian-bagian kecil. Sementara itu, dalam pembelajaran dengan multimedia, tujuannya adalah agar peserta didik memiliki pemahaman yang sama dengan pengembang. Materi disusun dengan perencanaan yang rinci dan teratur, dengan urutan yang jelas. Latihan yang diberikan juga cenderung memiliki satu jawaban yang benar. Feedback dalam pembelajaran dengan multimedia diberikan sebagai penguatan setiap kali peserta didik menjawab soal, mirip dengan program pembelajaran yang dikembangkan oleh Skinner (Collin, 2012). Skinner mengembangkan model pembelajaran yang disebut "teaching machine" yang memberikan feedback kepada peserta didik setiap kali mereka memberikan jawaban yang benar dalam setiap tahap pertanyaan tes, bukan hanya pada akhir tes.

Anda dapat melihat penerapan teori belajar behavioristik dalam proses pembelajaran dengan mengamati beberapa aspek penting. Pertama, dalam pembelajaran behavioristik, tujuan utamanya adalah mengubah perilaku peserta didik melalui penguatan atau hukuman. Dalam konteks pembelajaran modern, penguatan dapat berupa umpan balik positif, pujian, atau reward dalam bentuk apresiasi verbal atau visual yang diberikan kepada peserta didik saat mereka berhasil menjawab dengan benar atau menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran.

Selanjutnya, dalam pendekatan behavioristik, penting untuk mengatur lingkungan pembelajaran dengan jelas dan memberikan instruksi yang tegas. Dalam pembelajaran dengan powerpoint atau multimedia, langkah-langkah yang jelas dan terstruktur disusun agar peserta didik dapat mengikuti materi dengan baik. Informasi disajikan dalam urutan logis dan disusun dalam bagian-bagian yang terorganisir, memudahkan peserta didik untuk memahami dan memproses informasi secara bertahap.

Selain itu, penggunaan tes atau latihan dengan satu jawaban yang benar masih merupakan ciri khas pendekatan behavioristik dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran dengan powerpoint atau multimedia, latihan-latihan seringkali dirancang sedemikian rupa agar peserta didik dapat memberikan jawaban yang benar, dan feedback diberikan sebagai penguatan setiap kali peserta didik memberikan jawaban yang benar. Hal ini bertujuan untuk memperkuat perilaku belajar yang diinginkan.

Namun, penting juga untuk diingat bahwa pendekatan behavioristik tidak melibatkan aspek-aspek kognitif, seperti pemahaman mendalam, penerapan konsep, atau kreativitas peserta didik. Fokusnya lebih pada perubahan perilaku yang terlihat dan pengukuran terhadap respons individu terhadap rangsangan pembelajaran.

Dalam penggunaan teori belajar behavioristik dalam pembelajaran, perlu juga dikombinasikan dengan pendekatan-pendekatan pembelajaran lain yang dapat memperkaya proses belajar, seperti pendekatan konstruktivis atau kontekstual. Kombinasi berbagai pendekatan pembelajaran ini dapat membantu menciptakan pengalaman belajar yang lebih holistik dan mendukung perkembangan kognitif, sosial, dan emosional peserta didik.

Secara keseluruhan, penerapan teori belajar behavioristik dalam proses pembelajaran dapat terlihat dalam penggunaan powerpoint atau multimedia yang disusun dengan jelas, tes atau latihan dengan satu jawaban benar, dan pemberian umpan balik atau penguatan sebagai respons terhadap perilaku belajar peserta didik. Namun, penting untuk diingat bahwa pendekatan behavioristik tidak mencakup semua aspek pembelajaran, dan kombinasinya dengan pendekatan lain dapat memberikan hasil yang lebih baik dalam memfasilitasi pembelajaran yang efektif dan holistik.

Referensi:

Collin, C. 2012. Beyond Trivial Pursuits: Training for Tomorrow's Workplace. John Wiley & Sons, Inc

Pavlov, I. P. 1927. Conditioned Reflexes: An Investigation of the Physiological Activity of the Cerebral Cortex. Oxford, England: Oxford University Press.

Schunk, D. H. 2012. Learning theories: An educational perspective (6th ed.). Pearson Education Inc.

Skinner, B.F. 1953. Science and Human Behavior. New York: Macmillan.

Thorndike, E. L. 1911. Animal intelligence: Experimental studies. New York: Macmillan.

Watson, J. B. 1913. Psychology as the behaviorist views it. Psychological Review, 20(2), 158–177. https://doi.org/10.1037/h0074428